Ad Placement

07 Juli 2023

Konversi PPM (Part Per Million) untuk Nutrisi Tanaman dan Cara Menghitungnya



PPM (Part Per Million) adalah satuan pengukuran yang umum digunakan dalam pertanian hidroponik dan budidaya tanaman. Konversi PPM penting dalam menentukan jumlah nutrisi yang diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan yang optimal. Artikel ini akan menjelaskan konsep PPM dan memberikan panduan tentang cara menghitung dan mengatur tingkat PPM yang sesuai untuk kebutuhan tanaman.

  1. Pengertian PPM: PPM (Part Per Million) adalah metode pengukuran yang mengacu pada jumlah suatu zat tertentu yang terlarut dalam satu juta bagian (1.000.000) air atau larutan. Dalam pertanian, PPM digunakan untuk mengukur konsentrasi nutrisi yang ada dalam air irigasi atau larutan nutrisi yang diberikan kepada tanaman.

  2. Mengapa PPM Penting bagi Tanaman: Tanaman membutuhkan nutrisi yang tepat untuk tumbuh dengan baik. Konsentrasi nutrisi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman. Dengan menggunakan pengukuran PPM, petani dapat memantau dan mengatur tingkat nutrisi dalam larutan nutrisi agar tetap dalam kisaran optimal.

  3. Cara Menghitung PPM: Untuk menghitung PPM, Anda memerlukan tiga komponen penting: konsentrasi nutrisi (dalam satuan EC - Electrical Conductivity), konversi EC ke PPM (berbeda untuk setiap nutrisi), dan faktor pengali yang disebut "CF" (Conversion Factor). Berikut adalah langkah-langkah umum dalam menghitung PPM:

    a. Ukur EC larutan nutrisi menggunakan alat pengukur EC. b. Tentukan CF yang sesuai dengan jenis nutrisi yang digunakan (umumnya diberikan oleh produsen nutrisi atau dapat ditemukan dalam literatur pertanian). c. Kalikan nilai EC dengan CF untuk mendapatkan nilai PPM yang setara.

  4. Mengatur Tingkat PPM yang Sesuai: Setiap tanaman memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda. Untuk mengatur tingkat PPM yang sesuai, Anda perlu memahami kebutuhan nutrisi spesifik tanaman yang sedang Anda budidayakan. Biasanya, produsen nutrisi memberikan panduan tentang tingkat PPM yang disarankan untuk setiap fase pertumbuhan tanaman. Selain itu, pemantauan dan pengamatan langsung terhadap respons tanaman terhadap tingkat PPM dapat membantu Anda menyesuaikan dosis nutrisi sesuai kebutuhan.

Kesimpulan: PPM adalah alat yang penting dalam mengukur konsentrasi nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. Dengan memahami konversi PPM dan mengatur tingkat nutrisi yang tepat, petani dapat membantu tanaman tumbuh dengan baik dan meningkatkan hasil panen mereka. Perlu diingat bahwa setiap tanaman memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda, oleh karena itu, penting untuk melakukan penelitian dan memahami kebutuhan spesifik tanaman yang Anda budidayakan.

Contoh Soal:

Seorang petani hidroponik mengukur EC (Electrical Conductivity) larutan nutrisi tanamannya dan mendapatkan nilai 2.5 mS/cm. Ia ingin menghitung konsentrasi nutrisi dalam satuan PPM (Part Per Million) menggunakan CF (Conversion Factor) yang disarankan oleh produsen nutrisi yaitu 0.5. Berapakah nilai PPM setara dari larutan nutrisi tersebut?

A. 1000 PPM B. 1250 PPM C. 2500 PPM D. 5000 PPM

Jawaban:

C. 2500 PPM

Langkah-langkah:

  1. Dalam soal, diberikan nilai EC larutan nutrisi yaitu 2.5 mS/cm.
  2. CF yang diberikan adalah 0.5.
  3. Untuk menghitung PPM, kita perlu mengalikan nilai EC dengan CF. PPM = EC x CF PPM = 2.5 mS/cm x 0.5 PPM = 1.25 PPM (dalam satuan PPM/mg/L)

  4. Mengingat bahwa PPM dalam pertanian umumnya diukur dalam satuan PPM, maka jawaban yang benar adalah 2500 PPM.

Oleh karena itu, jawaban yang tepat adalah C. 2500 PPM.

Pengertian Periode Makiyah dan Periode Madaniyah


Apa itu Periode Makiyah ?

Periode Makiyah adalah salah satu dari dua periode dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW di kota Makkah sebelum hijrah ke Madinah. Nama "Makiyah" berasal dari kata "Makkah", yaitu kota tempat Nabi Muhammad lahir dan memulai misinya sebagai Nabi.

Berikut adalah beberapa periode termasuk Makiyah beserta penjelasannya:

  1. Awal Kenabian: Periode ini dimulai saat Nabi Muhammad menerima wahyu pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril di Gua Hira pada tahun 610 M. Periode ini ditandai dengan pengenalan ajaran-ajaran Islam awal kepada orang-orang di sekitar Makkah.


  2. Penyampaian Rahasia: Setelah menerima wahyu pertama, Nabi Muhammad secara rahasia menyampaikan pesan-pesan Islam kepada beberapa orang terdekatnya, termasuk keluarga dan sahabat dekatnya seperti Khadijah, Ali, Abu Bakar, dan Zaid bin Harithah.


  3. Dakwah Terbuka: Pada periode ini, Nabi Muhammad mulai menyampaikan ajaran Islam secara terbuka kepada publik di Makkah. Ia memulai dakwahnya dengan menyampaikan ajaran Tauhid (keesaan Allah) dan mengingatkan orang-orang untuk meninggalkan penyembahan berhala.


  4. Perlawanan dan Penindasan: Seiring dengan tersebarnya dakwah Islam, Nabi Muhammad dan para pengikutnya menghadapi penentangan dan penindasan dari kaum Quraisy, suku-suku lain di Makkah, dan mereka yang memiliki kepentingan ekonomi dan sosial terhadap agama pra-Islam. Selama periode ini, banyak Muslim yang mengalami penyiksaan dan perlakuan keras.


  5. Boycott: Pada periode ini, kaum Quraisy memutuskan untuk mengisolasi keluarga dan pengikut Nabi Muhammad secara ekonomi dengan menjatuhkan sanksi dan memboikot mereka. Mereka dilarang berdagang atau menjalin hubungan dengan siapa pun yang terkait dengan Nabi Muhammad.


  6. Periode Tahun Kesedihan: Periode ini dikenal sebagai "Tahun Kesedihan" karena pada tahun ini, Nabi Muhammad kehilangan sosok yang sangat dicintai yaitu istrinya, Khadijah, dan pamannya yang melindunginya, Abu Talib. Kehilangan ini memberikan tekanan dan kesedihan yang mendalam bagi Nabi Muhammad.


  7. Isra' dan Mi'raj: Pada periode ini, Nabi Muhammad mengalami peristiwa Isra' dan Mi'raj, yaitu perjalanan malam yang luar biasa dari Makkah ke Yerusalem dan perjalanan spiritual ke langit. Peristiwa ini menambah kepercayaan dan kekokohan Nabi Muhammad serta para pengikutnya dalam menghadapi tantangan dakwah.

Periode-periode di atas adalah beberapa periode yang termasuk dalam periode Makiyah dalam kehidupan Nabi Muhammad di Makkah sebelum hijrah ke Madinah.


Selain periode Makiyah, terdapat periode Madaniyah dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad setelah beliau hijrah dari Makkah ke Madinah.

Berikut adalah beberapa periode yang termasuk dalam periode Madaniyah:

  1. Hijrah: Hijrah adalah perpindahan Nabi Muhammad beserta para pengikutnya dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 M. Hijrah merupakan peristiwa penting dalam sejarah Islam dan menjadi awal dari pembentukan masyarakat Islam di Madinah.


  2. Pembentukan Negara Madinah: Setelah hijrah, Nabi Muhammad dan para pengikutnya membangun sebuah negara baru di Madinah yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam. Nabi Muhammad menjadi pemimpin politik dan spiritual yang memimpin komunitas Muslim di Madinah.


  3. Perjanjian Madinah: Nabi Muhammad menyusun Perjanjian Madinah, sebuah perjanjian yang menetapkan kerjasama dan perlindungan antara Muslim dan suku-suku Arab dan Yahudi di Madinah. Perjanjian ini menjadi dasar bagi kerukunan antarumat beragama di Madinah.


  4. Perang-perang dengan Makkah: Selama periode Madaniyah, terjadi beberapa pertempuran antara umat Islam di Madinah dengan Makkah. Contohnya adalah Perang Badar (624 M) dan Perang Uhud (625 M), di mana Muslim berhadapan dengan pasukan Makkah.


  5. Pemberlakuan Hukum-hukum Islam: Selama periode Madaniyah, Nabi Muhammad menerima wahyu-wahyu yang mengatur berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum-hukum Islam. Hukum-hukum ini diterapkan dan diimplementasikan dalam masyarakat Madinah, mengatur masalah seperti hukum waris, perdagangan, keadilan, dan lain-lain.


  6. Penyebaran Islam ke Luar Madinah: Selama periode Madaniyah, dakwah Islam tidak hanya terbatas di Madinah, tetapi juga meluas ke wilayah-wilayah sekitarnya. Nabi Muhammad mengirim utusan dan pasukan ke berbagai wilayah di Arab untuk menyebarkan ajaran Islam.


  7. Perjanjian Hudaibiyah: Pada tahun 628 M, Nabi Muhammad mencapai perjanjian damai dengan Makkah yang dikenal sebagai Perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian ini mengakhiri konflik antara Muslim dan Makkah selama beberapa tahun dan memungkinkan perkembangan Islam secara lebih luas.

Periode Madaniyah ini mencakup sejumlah peristiwa penting dalam sejarah Islam dan menandai perkembangan dan konsolidasi agama Islam sebagai kekuatan politik dan sosial di Madinah dan sekitarnya.


Tentang Periode Makiyah dan Madaniyah dalam Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad

Nabi Muhammad SAW mengalami dua periode penting dalam kehidupannya, yaitu periode Makiyah dan Madaniyah. Periode Makiyah merujuk pada masa kehidupan Nabi Muhammad di kota Makkah sebelum hijrah ke Madinah, sementara periode Madaniyah mencakup masa kehidupan beliau setelah hijrah ke Madinah. Kedua periode ini memiliki ciri khas dan peristiwa yang mempengaruhi perkembangan Islam secara signifikan.

Periode Makiyah:

Periode Makiyah dimulai dengan awal kenabian Nabi Muhammad pada tahun 610 M, ketika beliau menerima wahyu pertama dari Allah melalui Malaikat Jibril di Gua Hira. Pada periode ini, Nabi Muhammad secara rahasia menyampaikan pesan-pesan Islam kepada orang-orang terdekatnya, seperti keluarga dan sahabat dekat. Kemudian, Nabi Muhammad mulai menyampaikan ajaran Islam secara terbuka kepada publik di Makkah. Dakwah terbuka ini menghadapi perlawanan dan penindasan dari kaum Quraisy dan kelompok-kelompok lain yang memiliki kepentingan ekonomi dan sosial terhadap agama pra-Islam.

Periode Makiyah ditandai dengan ketegangan dan tantangan yang dihadapi oleh Nabi Muhammad dan para pengikutnya. Kaum Muslim menghadapi penentangan, penindasan, dan perlakuan keras, termasuk boikot ekonomi terhadap keluarga dan pengikut Nabi Muhammad. Pada "Tahun Kesedihan," Nabi Muhammad kehilangan istrinya, Khadijah, dan pamannya yang melindunginya, Abu Talib, yang memberikan tekanan dan kesedihan yang mendalam bagi beliau.

Meskipun menghadapi tantangan yang besar, periode Makiyah juga menyaksikan peristiwa penting seperti perjalanan Isra' dan Mi'raj. Dalam peristiwa tersebut, Nabi Muhammad mengalami perjalanan malam yang luar biasa dari Makkah ke Yerusalem dan perjalanan spiritual ke langit. Peristiwa ini menguatkan keyakinan Nabi Muhammad dan para pengikutnya dalam menghadapi rintangan dakwah.

Periode Madaniyah:

Periode Madaniyah dimulai dengan hijrah Nabi Muhammad dan para pengikutnya dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 M. Hijrah menjadi titik awal pembentukan negara Madinah, di mana Nabi Muhammad menjadi pemimpin politik dan spiritual bagi umat Islam. Pembentukan negara Madinah memperlihatkan peralihan dalam peran Nabi Muhammad, dari seorang Nabi dan Rasul menjadi pemimpin masyarakat dan negara.

Salah satu peristiwa penting dalam periode Madaniyah adalah penandatanganan Perjanjian Madinah. Perjanjian ini dibuat antara Nabi Muhammad, Muslim, dan suku-suku Arab dan Yahudi di Madinah. Perjanjian ini menetapkan kerjasama, perlindungan, dan kesepakatan sosial-politik antara berbagai kelompok di Madinah. Periode Madaniyah juga melihat penyebaran ajaran Islam ke wilayah-wilayah sekitarnya, dengan pengiriman utusan dan pasukan untuk menyebarkan Islam.

Selama periode Madaniyah, Nabi Muhammad menerima wahyu-wahyu yang mengatur berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum-hukum Islam. Hukum-hukum ini diterapkan dan diimplementasikan dalam masyarakat Madinah, mengatur masalah seperti hukum waris, perdagangan, dan keadilan. Periode ini juga melibatkan beberapa pertempuran dengan Makkah, seperti Perang Badar dan Perang Uhud, di mana umat Islam di Madinah berhadapan dengan pasukan Makkah.

Kesimpulan:

Periode Makiyah dan Madaniyah dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad adalah dua fase yang signifikan dalam perkembangan Islam. Periode Makiyah mencakup periode di Makkah sebelum hijrah, di mana Nabi Muhammad dan pengikutnya menghadapi tantangan, penindasan, dan perlawanan dari musuh-musuh mereka. Di sisi lain, periode Madaniyah terjadi setelah hijrah ke Madinah, di mana Nabi Muhammad membangun negara Islam, mengatur masyarakat, dan menyebarkan ajaran Islam ke wilayah-wilayah sekitarnya.

Kedua periode ini memiliki peristiwa-peristiwa penting yang membentuk dan menguatkan Islam sebagai agama dan komunitas yang komprehensif. Dengan mengerti dan menghormati periode-periode ini, kita dapat memahami perjuangan Nabi Muhammad dan pengikutnya serta mengambil inspirasi dari mereka dalam mempraktikkan dan menyebarkan ajaran Islam di zaman kita saat ini.

06 Juli 2023

PERCERAIAN - Adab Setelah Menikah



Pernikahan adalah ikatan suci yang diharapkan berlangsung selamanya. Namun, dalam situasi tertentu, perceraian dapat menjadi pilihan yang tak terhindarkan. Dalam Islam, perceraian dianggap sebagai langkah terakhir setelah upaya yang sungguh-sungguh untuk memperbaiki hubungan pernikahan telah dilakukan. Kitab Ihya Ulumuddin, yang ditulis oleh Imam Al-Ghazali, menyajikan panduan berharga tentang adab setelah pernikahan, termasuk dalam konteks bab perceraian. Mari kita jelajahi panduan yang terkandung dalam kitab ini.

  1. Pemahaman tentang Kehendak Allah:

  2. Dalam Kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali mengajarkan pentingnya memahami bahwa perceraian adalah keputusan yang berat dan harus dilakukan dengan kesadaran penuh terhadap kehendak Allah SWT. Pasangan yang menghadapi situasi perceraian harus memahami bahwa Allah mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya dan mengambil langkah-langkah yang bijaksana dalam memutuskan.


  3. Berupaya Memperbaiki Hubungan:

  4. Sebelum mempertimbangkan perceraian, Kitab Ihya Ulumuddin menekankan pentingnya berupaya memperbaiki hubungan pernikahan dengan berbagai cara yang dianjurkan oleh agama. Pasangan harus mencoba mencari bantuan dan nasihat dari orang-orang bijaksana, seperti para ulama, keluarga, atau terapis pernikahan, untuk menyelesaikan masalah dan mencapai rekonsiliasi.


  5. Menjalankan Perceraian dengan Adab:

  6. Dalam situasi perceraian yang tak terhindarkan, Kitab Ihya Ulumuddin menekankan pentingnya menjalankannya dengan adab. Pasangan harus menjaga kehormatan dan martabat masing-masing, serta menjauhkan diri dari sikap bermusuhan atau saling menyakiti secara verbal atau fisik. Ketika melibatkan pihak ketiga, seperti pengadilan syariah, pasangan juga harus mengikuti proses hukum yang ditetapkan dengan sopan dan menghormati keputusan yang diambil.


  7. Mencari Rida Allah:

  8. Pada saat perceraian, pasangan harus memusatkan perhatian pada mendapatkan rida Allah SWT. Mereka harus melibatkan diri dalam ibadah yang lebih intens, seperti shalat, dzikir, dan membaca Al-Qur'an. Dengan menguatkan hubungan mereka dengan Allah, pasangan dapat menemukan ketenangan, pemulihan, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.


  9. Menghormati Anak dan Masyarakat:

  10. Kitab Ihya Ulumuddin menekankan pentingnya menghormati hak-hak anak dan mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat dalam situasi perceraian. Pasangan harus menjaga kepentingan anak-anak dengan baik dan menjaga reputasi baik mereka sendiri. Mereka juga harus menghindari melakukan tindakan yang dapat merusak ikatan sosial dan moral dalam masyarakat.

Kesimpulan:

Dalam bab perceraian, Kitab Ihya Ulumuddin memberikan pedoman berharga tentang adab yang harus diikuti oleh pasangan yang menghadapi situasi tersebut. Pemahaman tentang kehendak Allah, upaya memperbaiki hubungan sebelum mempertimbangkan perceraian, menjalankan perceraian dengan adab, mencari rida Allah, dan menghormati anak dan masyarakat merupakan beberapa prinsip yang ditekankan dalam kitab ini.

Perceraian dalam Islam dipandang sebagai langkah terakhir, dan setiap langkah dalam proses tersebut harus dijalani dengan kesadaran penuh terhadap tanggung jawab spiritual dan moral yang dimiliki oleh pasangan. Dengan mematuhi adab setelah pernikahan yang diuraikan dalam Kitab Ihya Ulumuddin, pasangan dapat memastikan bahwa proses perceraian berjalan dengan penghormatan, keadilan, dan pengabdian kepada Allah.

Namun, sangat penting untuk mencari nasihat dari ulama atau pakar hukum Islam yang terpercaya ketika menghadapi situasi perceraian. Mereka akan memberikan panduan yang lebih rinci dan spesifik sesuai dengan hukum syariah yang berlaku.

Adab setelah perceraian menekankan pentingnya menjaga sikap yang baik, menghormati hak-hak pihak lain, dan mencari ketenangan spiritual dalam menghadapi situasi sulit ini. Dengan mempraktikkan adab-adab ini, pasangan dapat memulai babak baru dalam hidup mereka dengan penuh kasih sayang, pengertian, dan keikhlasan, meskipun hubungan pernikahan mereka berakhir.

Sumber: Imam Al-Ghazali. Ihya Ulumuddin.

Kalkulator Konversi Angka Jitu